NUKLIR SEBAGAI SOLUSI ENERGI BERSIH NON INTERMITTEN

 

NUKLIR SEBAGAI SOLUSI ENERGI BERSIH NON INTERMITTEN

Oleh
AUDITO ACHMAD ANSHORULLAH



Abstrak

Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, pemerintah berkewajiban menyediakan dan mengelola energi untuk masyarakat. Terjadinya pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk akan berdampak pada peningkatan kebutuhan energi. Oleh karena itu, diperlukan ketahanan energi yang kuat untuk mendukung pembangunan berkelanjutan bagi negara-negara yang status energinya masih bergantung pada sumber energi tak terbarukan. Bauran energi terbarukan negara ini membutuhkan terobosan. Artikel ini membahas tentang energi nuklir sebagai solusi energi bersih non intermitten yang masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Pendahuluan

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkelanjutan untuk mencapai kemakmuran dan kemajuan bangsa. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan kualitas dan kuantitas kehidupan masyarakat secara terus menerus sehingga stabilitas ketahanan ekonomi tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi bergantung pada energi. Semakin besar pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, semakin tinggi intensitas penggunaan energi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi mengatur bahwa setiap orang berhak atas energi dan pemerintah wajib menjamin ketersediaan energi serta pengelolaannya dilakukan secara adil, berkelanjutan, wajar, optimal, dan menyeluruh.

Pemerintah mengatur penyediaan dan penggunaan energi. Oleh karena itu, dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, diperlukan ketahanan energi yang kuat untuk mendukung pembangunan negara yang berkelanjutan. Keamanan energi dan stabilitas pasokan energi saat ini dan masa depan tidak lagi menjadi fokus negosiasi. Ketergantungan terhadap energi fosil perlu dikurangi dengan memanfaatkan potensi sumber energi baru terbarukan (EBT) sebagai penyeimbang. Berdasarkan komitmen Indonesia untuk mendukung penurunan 29% emisi gas rumah kaca pada Konferensi Perubahan Iklim 2015, penggunaan EBT menjadi syarat utama karena bersih, ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Di sisi lain, 90% energi negara saat ini berasal dari sumber berbasis fosil yang tidak terbarukan, yang ketersediaannya semakin menurun. Target awal pemerintah adalah 23% bauran energi primer berasal dari EBT pada tahun 2025. Namun hingga tahun 2016, pemanfaatan energi baru dan terbarukan masih rendah dibandingkan potensinya.

Salah satu kebutuhan tenaga nasional yang sangat mendasar serta strategis merupakan tenaga listrik. Tenaga ini erat kaitannya dengan kenaikan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat pada biasanya dan untuk mendesak kenaikan aktivitas ekonomi pada spesialnya. Dengan demikian, pembangunan ketenagalistrikan bertujuan buat tingkatkan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat secara adil serta menyeluruh dan mondorong kenaikan aktivitas ekonomi. Tersedianya pasokan tenaga listrik yang kontinu serta bermutu jadi tuntutan yang wajib dipadati oleh pemerintah.

Diperkirakan perkembangan tenaga listrik kedepan masih lumayan besar( dekat 9-10%) per tahun. Perkembangan tenaga tersebut tidak hanya menopang laju perkembangan ekonomi nasional( dekat 6- 7% per tahun), pula menaikkan rasio kelistrikan dari 65% jadi lebih dari 90% pada tahun 2025. Dengan demikian dalam jangka waktu 20 tahun, diperlukan bonus tenaga listrik lebih dari 60 GWe. Pembangunan di bidang ketenagalistrikan membutuhkan upaya optimal lewat pemanfaatan sumber- sumber tenaga lain, salah satunya merupakan penguasaan serta pemanfaatan teknologi nuklir guna penuhi kebutuhan tenaga listrik nasional, spesialnya di pulau Jawa serta Bali. Yang jadi kasus merupakan“ pengembangan tenaga tenaga nuklir selaku pemecahan buat penuhi kebutuhan tenaga listrik nasional masih memunculkan pro serta kontra digolongan pemerintah, politisi serta masyarakat, yang pada muaranya sehinggabelum bisa tingkatkan ketahanan nasional, spesialnya dibidang tenaga listrik”.

Pembahasan

Krisis tenaga listrik di Indonesia telah dialami semenjak terbentuknya krisis multi dimensang pada tahun 1997, kala permintaan listrik lebih besar dari keahlian penyediaan listrik. Krisis tenaga listrik senantiasa merangsang perdebatan. Kasus yang dilatarbelakangi defisit anggaran yang dirasakan PLN sudah memicu dampak domino terhadap bermacam sendi kehidupan bangsa. Di satu sisi pemerintah merasa terlalu berat bila harus menambah anggaran subsidi guna menutupi bayaran penciptaan listrik, disisi lain PLN telah tidak sanggup lagi menaikkan kebutuhan tenaga listrik nasional yang terus bertambah melaui subsidi anggaran yang terdapat. Ada 4 pilar buat bisa mewujudkan ketahanan listrik nasional, ialah;

1. Ketersediaan pasokan listrik yang lumayan serta menyeluruh di segala wilayah di Indonesia dengan mutu yang mencukupi( avail- ability);

2. Harga listrik yang cocok keekonomiannya tetapi terjangkau oleh warga( Affordable untuk kedua belah pihak, ialah pemasok serta pengguna)( affordability);

3. Kontinuitas pasokan listrik yang senantiasa terpelihara ialah lewat: Keahlian ber- investasi yang berkepanjangan; Jaminan ataupun prioritas pasokan tenaga primer un- tuk kepentingan dalam negeri; Kurangi ketergantungan bahan bakar fosil lewat pengembangan serta pelaksanaan teknologi tenaga alternatif baik renewable ataupun non renewable selaku komplemen dari teknologi tenaga fosil pada pembangkit- pembangkit yang hendak tiba( sus- tainability);

4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup( tanah, air serta hawa) ataupun lingkun- gan sosial di sekitarnya( environmentaly friendly). Salah satu kebijakan pemerintah yang kurang popular serta kurang mencerminkan nilai keekonomian untuk warga merupakan senantiasa menaikan tarif bawah listrik( TDL). Peningkatan TDL buat menanggulangi krisis bahan baku pembangkit tenaga listrik yang sepanjang ini mengandalkan BBM, serta didukung oleh sumber alternatif semacam batubara serta gas alam nyatanya sudah membebani warga, paling utama yang ekonominya lemah. Peningkatan TDL ialah pemecahan sesaat apabila dilihat dari terus menjadi bertambah kebutuhan tenaga listrik jangka panjang yang berkepanjangan. Pemerintah lewat PLN terus memaksakan memakai tenaga berbasis fosil( tidak terbarukan) meski sudah dikenal kalau cadangannya telah sangat terbatas, terutama BBM. Sistem ketahanan tenaga nasional mengacu pada kebijakan pengembangan energi ( Undang- Undang Tenaga No 30 Tahun 2007).

Pertumbuhan tenaga nuklir buat kehidupan manusia di dunia telah sangat maju, oleh sebab itu pemanfaatan serta pengembangan PLTN guna penuhi kebu- tuhan tenaga listrik nasional butuh diwujudkan di Indonesia. Perihal ini buat menanggulangi krisis tenaga listrik nasional, dan kurangi beban subsidi BBM, yang pada muaranya bisa mendesak kenaikan ketahanan tenaga nasional, tingkatkan kesejahteraan masyarakat, serta tingkatkan mutu energi saing bangsa. Indonesia selaku satu- satunya negeri G- 20 yang tidak memakai PLTN. Dari negeri dengan penduduk 10 terbesar di dunia, yang tidak/ belum meng- pakai PLTN selaku pembangkit listrik merupakan Indonesia, Bangladesh, serta Nigeria. Sebaliknya negeri di dunia yang sudah memakai PLTN selaku pembangkit tenaga listrik sebanyak 31 negeri, dengan total unit PLTN sebanyak 442 unit. Dalam waktu dekat jumlah tersebut hendak meningkat sebanyak 25 negeri, antara lain Vietnam, Malaysia, serta Thailand. PLTN merupakan stasiun pembangkit listrik termal, dengan panas yang dihasilkan diperoleh dari reaktor nuklir. Secara simpel proses pemanasan hasil fisi yang menciptakan tenaga listrik di dalam PLTN, selaku berikut.

Bahan bakar nuklir melakukan respon fisi, sehingga dilepaskan tenaga dalam ben- tuk panas yang sangat besar. Panas hasil respon nuklir tersebut dimanfaatkan buat menguapkan air pendingin, dapat pendingin primer ataupun sekunder tergantung pada tipereaktor nuklir yang digunakan. Uap air yang dihasilkan dipakai buat memutar turbin, sehingga dihasilkan tenaga gerak( kinetik). Tenaga kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai buat memutar generator, sehingga dihasilkan arus listrik.

Keuntungan dari pemakaian PLTN apabila dibanding pemakaian pem- bangkit listrik tenaga utama yang lain, merupakan tidak menciptakan emisi gas rumah cermin; tidak mencemari hawa; tidak menghasilkan gas-gas beresiko sepert karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, ataupun asap fotokimia; bayaran bahan bakar PLTN rendah; cuma sedikit bahan bakar yang diperlukan, serta sedikit menciptakan limbah padat; ketersediaan bahan bakar yang melimpah, sebab sangat sedikit bahan bakar yang dibutuhkan PLTN; baterai nuklir sangat irit sebab dapat sediakan tenaga hingga 12 tahun.

Sebaliknya yang jadi kelemahan pemakaian PLTN dibanding dengan pemakaian PLT utama yang lain, antara lain merupakan awal, efek musibah nuklir.

Musibah nuklir terbanyak merupakan musibah Chernobyl yang terjalin sebab tidak mempunyai containment building. Kedua, limbah nuklir merupakan limbah radioaktif tingkatan besar yang dihasilkan, bisa bertahan sampai ribuan tahun. Tidak hanya itu, pembangunan PLTN membutuhkan investasi yang lumayan besar, namun pada dikala PLTN beroperasi cuma memerlukan bayaran bahan bakar yang jauh lebih rendah dibanding dengan pembangkit yang lain. Bayaran bahan bakar yang rendah menjadikan bayaran penciptaan listrik dengan memakai tenaga nuklir hendak kompetitif terhadap pembangkit lain, dan lebih stabil sebab tidak rentan terhadap pergantian harga bahan bakar dunia.

Kemampuan serta pemanfaatan teknologi nuklir ataupun pembangunan PLTN ialah poyek multiyear yang memerlukan pembiayaan lumayan besar. Pembiayaan tersebut dapat dari pinjaman World Bank maupun bank- bank luar negara yang mempunyai keahlian membangun PLTN. Tidak hanya itu, pembangunan PLTN membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dibutuhkan komitmen ataupun political will yang kokoh supaya tidak dipengaruhi oleh dinamika perkembangan politik dalam negeri serta global yang tiap dikala bisa berganti secara kilat, dan dapat jadi isu sensi- tif yang bisa menghentikan ataupun menunda pembangunan PLTN. Bersumber pada penjelasan diatas, pokok perkara yang ditemui, antara lain:

1. Pembangunan PLTN memerlukan bayaran investasi yang besar. Indikasinya antara lain keahlian negeri sangat terbatas, belum terdapat investor asing yang ingin menunjang pembiayaan pembangunan PLTN, serta masih terdapat alternatif EBT yang bisa digunakan dengan bayaran yang lebih murah.

2. Belum ada kesamaan persepsi dalam pemanfaatan teknologi nuklir guna pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional. Indikasinya antara lain belum terdapatnya komitmen yang kokoh serta kesa- maan pandang antara departemen/ lembaga serta pemerintah dengan DPR dalam membangun PLTN, pembangunan PLTN masih memunculkan pro serta kontra, serta masih terdapat aktor- aktor non state yang memprovokasi isu bahaya nuklir.

3. Minimnya sosialisasi yang mengiringi pembangunan PLTN. Indikasinya antara lain pembangunan PLTN masih menimbulkan permasalahan dari sudut pandang sosial, warga belum mengerti hendak khasiat serta keamanan teknologi nuklir, dan tetap menjadi isu politik yang sensitif. Energi nuklir dikembangkan sebagai salah satu solusi EBT untuk memenuhi kebutuhan listrik negara, sehingga penguasaan dan pemanfaatan teknologi nuklir dapat memberikan transformasi yaitu meningkatkan ketahanan energi nasional. Selain itu, rakyat jelata akan dapat menikmati listrik murah, ekonomi nasional daerah dan masyarakat akan tumbuh lebih kuat, dan lingkungan akan ramah, yang akan memiliki reaksi berantai yang positif di semua bidang kehidupan nasional. Pengembangan energi nuklir diharapkan menjadi salah satu solusi EBT untuk memenuhi kebutuhan listrik negara, antara lain tercapainya

1. Meningkatkan kemampuan negara dalam menyiapkan anggaran pembangunan PLTN, terutama dengan meningkatkan diplomasi luar negeri, dan mendapatkan pinjaman lunak melalui Bank Dunia atau negara maju yang mampu membangun PLTN, ada jaminan hukum, politik dan sosial, sehingga Bank Dunia atau investor asing bersedia untuk mendukung mereka Pembangunan PLTN; ada pemahaman bahwa pembangunan PLTN merupakan solusi EBT terbaik untuk menghasilkan permintaan energi listrik, kapasitas sangat besar, dan biaya lebih murah meskipun kapasitas EBT jauh lebih kecil, dibandingkan alternatif penggunaan EBT lainnya.

2. Meningkatnya pemahaman bersama tentang pemanfaatan teknologi nuklir, yang diwujudkan terutama dalam bentuk peningkatan sinergi untuk menyeimbangkan persepsi antar pejabat pemerintah, antara pemerintah dengan republik demokratik, dan antara pemerintah dengan masyarakat, mengenai kepemilikan dan pemanfaatan nuklir teknologi untuk memenuhi Kebutuhan listrik nasional; Peningkatan komitmen dan kesamaan kementerian/lembaga dengan pemerintah dan DPR dalam membangun PLTN; Peningkatan kewaspadaan terhadap aktor non-negara penghasut isu bahaya nuklir dan menimbulkan keresahan sosial dalam pembangunan PLTN. Sosialisasi program seperti penguasaan dan pemanfaatan teknologi nuklir atau pembangunan PLTN dilakukan dengan memperkuat sosialisasi di kalangan birokrat dan elite politik tentang perlunya pembangunan PLTN untuk mengatasi krisis listrik, khususnya di Jamali. , dan manfaat dan keamanan teknologi nuklir; jika PLTN didirikan, peningkatan sosialisasi di masyarakat tentang harga listrik yang lebih murah dan manfaat dan keamanan teknologi nuklir; meningkatkan kesadaran tentang pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir Isu politik sensitif yang bisa menjadi kepentingan tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengembangan energi nuklir sebagai solusi pemenuhan kebutuhan listrik negara dengan menggunakan EBT dapat meningkatkan ketahanan nasional.

Kesimpulan

1. Pemanfaatan tenaga nuklir berpotensi untuk menyediakan energi listrik dalam jumlah yang sangat besar dengan biaya yang terjangkau, andal, aman dan terjamin. Dalam prakteknya, pemanfaatan energi nuklir menyediakan sumber energi yang tidak terbatas, karena energi nuklir lebih bergantung pada perkembangan teknologi daripada sumber daya, dan pemanfaatannya dapat mengurangi pencemaran udara terhadap lingkungan, termasuk mengurangi emisi gas karbondioksida,

Itu dianggap sebagai sumbu pemanasan global.

2. Tenaga nuklir perlu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melakukan transformasi teknologi tinggi guna memenuhi kebutuhan pasokan listrik nasional. Pembangunannya harus dilakukan oleh tenaga ahli asing dan dipadukan dengan tenaga ahli dalam negeri, karena menyangkut keselamatan jiwa rakyat, oleh karena itu penguasaan dan pemanfaatan teknologi nuklir harus dikontrol dan diatur secara menyeluruh oleh pemerintah.

3. Hiruk pikuk politik, serta terjadinya pro dan  kontra  dalam  pemanfaatan  energi nuklir  guna  meningkatkan  kebutuhan energi listrik nasional  secara  signifikan dikarenakan sosialisasi tentang pemanfaatan energi nuklir belum optimal, baik dilingkungan  birokrat,  politisi  maupun masyarakat.

4. Pembangunan PLTN membutuhkan biaya investasi  yang  besar,  tetapi  pada  saat

beroperasi yang diperlukan hanya  biaya bahan bakar, dan harganya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit energi tenaga listrik yang lain. Bahan baku nuklir ada didalam negeri, serta sangat kompleks dan mempunyai kandungan energi lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar fosil ataupun minyak.

 

0 Komentar